Minggu, 18 Desember 2016

Hijab dalam budaya, Beruntunglah kamu yang berhijab!

Hijab pilihan
Hijab sebagai jalan Hidup

Seseorang yang beragama Islam pastilah mengucapkan syahadat sebagai tanda penyaksian serta kesanggupan menjadi umat Islam yang baik dan benar. Kesanggupan masuk agama Islam juga berarti kesanggupan menjalani perintah Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang olehNya.


Setelah runtuhnya kerajaan Turki Ustmani di daerah yang dijuluki Romawi Timur atau Rum Syarqi, umat Islam terus mengalamai kemerosotan baik dari segi ideologi maupun ekonomi. Perpecahan antar golongan dan antar madzhab juga menambah buruk keadaan umat Islam di masa selanjutnya.

“Bangsa yang kalah akan cenderung mengekor kepada bangsa yang menang itulah ciri bangsa inferior”. Barangkali perkataan Ibnu Khaldun ini sangat tepat untuk menggambarkan kemerosotan umat Islam saat ini, terutama di Indonesia sebagai mayoritas muslim di dunia.


HIjab di jalan raya
Berhijab dengan Ikhlas

Umat Islam Indonesia hari ini sudah mulai kehilangan jati diri mereka, cenderung meniru perilaku dan budaya barat. Mulai dari perayaan sederhana seperti ulang tahun dengan bernyanyi dan membuang-buang harta, hingga perayaan tahun baru dengan berkumpul dalam hal-hal negatif bahkan pesta seks. Inilah yang lantas menjadikan Indonesia sebagai bangsa “kagetan”. Dikatakan kagetan karena selalu mengikuti trending tanpa memperbaiki atau meluruskannya.



Islam adalah agama samawi yang diturunkan oleh Allah agar menjadi petunjuk bagi umat yang tersesat, karena manusia dengan akalnya tidaklah cukup untuk menemukan kebenaran tanpa adanya petunjuk yang dicover oleh agama yang Universal. Oleh karena itu, meski agama Islam merupakan agama yang dinamis Islam tidak boleh diombang-ambingkan oleh zaman.

Islam sebagai agama samawi haruslah menjadi agama yang memperbaiki budaya, bukan malah mengikuti trending bangsa adidaya. Beruntunglah mereka yang menyadari dan memegang teguh budaya yang baik dan menghilangkan budaya yang buruk.

Gambar tingkatan hijab
Tingkatan hijab

Dalam sejarahnya umat manusia memang biasa mengenakan penutup kepala. Peradaban Yunani kuno serta peradaban Romawi kuno juga mempunyai pakaian semacam penutup kepala dengan ciri khas berbeda, peradaban Arab pra Islam pun juga mempunyai penutup kepala namun tidak sama dengan Arab pasca Islam.



Bangsa Arab sebelum Rasullullah diutus memang memakai hijab, namun hijab yang mereka pakai hanya sebatas penutup kepala tanpa menutupi lingkaran leher dan dada. Oleh karena itu, Islam datang untuk memperbaiki budaya ini menjadi budaya sempurna dan menutupi aurat. Jadi musimah yang memakai hijab, sejatinya sedang memakai budaya Islam bukan budaya arab, sebab bangsa Arab pra Islam tidak mengenal budaya seperti ini.


Gambar gadis berhijab di sebuah gunung
Berhijab di mana saja

Islam tidak anti budaya, bahkan Islam adalah agama yang paling ramah terhadap kearifan budaya lokal. Islam mampu berakulturasi dengan budaya lokal tanpa harus menghilangkan substansi ajarannya, seperti praktek yang dilakukan di pesantren-pesantren Islam, berbeda dengan agama lain yang kaku terhadap budaya lokal dan harus menghilangkan ajarannya untuk masuk ke budaya lokal. Islam juga mampu mengharmonikan budaya yang ada di Indonesia menjadi satu budaya yang bermoral. Islam bahkan menjadi wadah persatuan tanpa melebih-lebihkan perbedaan, karena hakikat persatuan adalah kerukunan tanpa memaksakan perbedaan.

Beruntunglah akhawat yang memakai hijab karena, dengan jati diri Islam mereka telah memprotes bentuk supremasi budaya barat terhadap budaya lokal yang baik. Mereka memprotes bentuk ekspoitasi tubuh kaum hawa yang digencarkan oleh pemodal-pemodal asing. Mereka telah membuktikan bahwa Islam berbudaya dengan budaya yang baik dan menolak budaya sebaliknya.


EmoticonEmoticon