Batas sabar
dalam menghadapi musibah sebenarnya tergantung pada masalah yang dihadapi.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama, bahwa sabar itu ada tiga: pertama,
sabar menghadapi maksiat. Jika orang meninggalakn hal-hal yang dilarang oleh Allah
seperti perbuatan zina, minum-minuman yang memabukkan , dan lain sebagainya,
maka orangitu sudah dikatakan sabar dalam urusan meninggalakn maksiat.
Kedua, sabar
dalam melakukan ketatan terhadap Allah. Sabar ini diwujudkan dengan mengerjakan
taat kepada Allah sesuai yang diperintahkannya. Maka seseorang sudah termasuk
orang yang sabar dalam ketaatan jika sudah taat pada Allah.
Ketiga, sabar
dalam menghadapi cobaan dari Allah, dalam cobaan ini ada dua macam: ada cobaan
yang bentuknya nikmat, ada juga yang bentuknya berupa hilangnya nikmat atau
tidak diberi nikmat.
Cobaan yang bentuknya
nikmat adalah seperti orang yang diberi kecukupan harta, sehingga ia menjadi
orang kaya raya. Jika orang tersebut masih tetap melakukan sesuatu pada
hartanya sesuai yang telah digariskan oleh syariat, maka orang tersebut
dikatakan orang yang sabar menghadapi cobaan yang berupa nikmat yang diberikan Allah.
Sedangkan sabar
terhadap cobaan yang bentuknya hilangnya nikmat, adalah seperti seseoarang yang
dicoba dengan kekurangan harta atau fakir miskin jika ia menghadapi cobaan itu
dengan sabar, tidak mengeluh sedikit pun, dan merasa cukup dengan apa yang ia
miliki, maka ia termasuk orang yang sabar dalam hal hilangnya nikmat. Seperti
orang yang buta namun ia tetap tabah dan dan pasrah atas semua yang telah
diberikan padanya dan ia menerima takdir pada dirinya maka ia bisa dikatakan
orang yang sabar.
Masih banyak
lagi contoh-contoh sifat sabar yang lain, seperti yang dijelaskan oleh Imam al-Ghazali
dalam karya monumentalnya “Ihya’ Ulumiddin.”'
Jufri Toyyib F-16
1 komentar so far
# Iqra'
EmoticonEmoticon